Minggu, 10 Mei 2009

Joker dan Dekonstruksi Order dalam The Dark Knight

The Dark Knight membaurkan oposisi biner tradisional antara baik-jahat, terang-gelap dan teman-lawan. The Dark Knight adalah pertunjukan dekonstruksi film superhero. Christopher Nolan, sang sutradara menempatkan Joker yang diperankan dengan sangat mengesankan oleh Heath Ledger, sebagai pendekonstruksi order itu.

Status semiotika Joker diceritakan bahwa ia tak punya nama, tak punya sejarah apalagi identitas. Saat ia tertangkap polisi ia ditemukan tak berjejak, tak teridentifikasi. Puncaknya saat ia menceritakan riwayat bekas luka di wajahnya yang menggabungkan dua hal yang bertolakbelakang antara narasi oedipal dan rasa bersalah yang kompleks. Dan dari situ Joker bertindak sebagai perusak batas teritorial dari tatanan sosial yang dominan atas tokoh-tokoh lain. Nampaknya mirip dengan tokoh Joker di Misteri Soliter karya Jostein Gaarder itu. Kartu remi adalah contoh tepat bagaimana keteraturan bekerja. Namun hal itu tak berlangsung lama hingga Joker datang untuk mengacau. Ia mampu masuk ke kelompok manapun, tapi tidak termasuk kelompok manapun. Joker selalu bertanya ini-itu. Namun ia pintar dan tahu segalanya. Layak pula direnungkan jika Joker dalam The Dark Knight adalah cerminan konsep Übermensch milik Nietzche. Ia selalu membongkar nilai-nilai. Sistem nilai lama hanya menghasilkan manusia yang bingung, lemah dan senantiasa menderita. Joker membuktikan keyakinannya dengan mengadu identitas dalam diri setiap tokoh-tokoh lain. Motivasi kejahatannya bukan uang tapi melihat kekacauan, kebingungan. Ia adalah chaos (kekacauan) diantara cosmos (keteraturan).

Joker selalu nampak bercanda setiap menjalankan aksi-aksi sadisnya. Dan terlihat tak pernah berpikir panjang tatkala berdialog dengan tokoh-tokoh lain. Seperti saat ia berbicara dengan Harvey Dent (Aaron Eckhart), jaksa wilayah harapan kota Gotham. “I’m a dog chasing cars. I don’t have plans. I just do things. I’m not a schemer.” Dan saat mengritik Batman,”Why so serious?” Alih-alih gila atau menderita schizofrenia, ia justru sadar sesadar-sadarnya. Joker dalam sekuel Batman ini memang menjadi tokoh utama. Joker versi The Dark Knight pantas disandingkan dengan tokoh Hannibal Lecter dalam Silence of the Lambs.

Dalam film ini Joker berhasil memberi situasi dilematis kepada tokoh lain. Terutama kepada Batman (Christian Bale). Batman dan Joker adalah ibarat dua sisi mata uang. Bertolakbelakang namun saling membutuhkan. Dan hanya Joker yang menyadarinya. Joker hanya berkonsentrasi pada penanaman dilema bukan membunuh Batman. Semua ia lakukan hanya untuk membuat Batman tersiksa dan keluar dari batas teritorialnya. Pernyataan Joker pun menjadi bermakna,”I don’t want to kill you. What would I do without you?”

Batman yang tak mengenal batas yurisdiksi hukum-sehingga dijuluki The Dark Knight- ternyata memiliki kelemahan yang disadari Joker. Ia culik Rachel Dawes (Maggie Gyllenhal), wanita yang Batman dan Harvey Dent sama-sama cintai. Joker menetapkan aturan bahwa Batman hanya boleh memilih salah satu dari mereka untuk ditolong. Salah satu dari mereka akan mati. Batman bingung karena ia sangat mencintai Rachel namun juga tak mau terus-terusan menjadi seorang hakim jalanan. Ia menggantungkan harapan kepada Harvey sang The White Knight. Joker menempatkan Batman pada situasi harus memilih antara hasrat dan kewajiban simbolisnya sebagai pembela kebenaran. Batman juga manusia, ia memilih Rachel untuk ia tolong. Di sinilah Joker nampak sebagai dalang. Ia tahu Batman bakal memilih Rachel. Makanya ia memberikan informasi yang salah, yang ia tolong justru Harvey. Dari sini Joker merusak identitas Batman sebagai pahlawan.

Dari sini pula Joker menghancurkan identitas Harvey. Ia berharap Batman akan menolong Rachel yang ia cintai. Ia kemudian menambah daftar musuh besar Batman dengan meredifinisi dirinya menjadi tokoh Two-Face.

Situasi dilematis lain dibuat Joker dengan membuat dua kelompok warga Gotham berada di dalam dua kapal feri di tengah laut. Satu berisi warga Gotham baik-baik dan yang satu berisi para narapidana. Joker menetapkan aturan bahwa kedua kapal akan diledakkan. Joker berkompromi untuk hanya meledakkan satu kapal dengan catatan satu kapal harus meledakkan kapal lain. Masing-masing pemicu ledak diletakkan di kapal warga Gotham yang baik dan narapidana. Joker memberi waktu beberapa saat kepada kedua kapal untuk memutuskan meledakkan kapal lain. Di sini Joker mengadu hasrat primordial dan kemanusiaan dua kelompok warga itu.

Dimuat di Jurnal Tanda Edisi Perdana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar